LARANGAN KORUPSI DAN KOLUSI
Oleh : SUSANTO SANTAWI
Assalamu’alaikum wr.wb.
Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 188 Allah SWT berfirman:
وَلاَ تَأْكُلُوْا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ.
"Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui."
A. LARANGAN MENYUAP (RISYWAH)
عن عبد الله بن عمرو بن العاص رضي الله عنهما قال: لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيْ وَالْمُرْتَشِيْ (رواه أبو داود والترمذي وصحّحه)
“Dari Abdullah bin Amr bin Ash r.a. berkata Rasulullah melaknat penyuap dan yang diberi suap”. (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Hadis tersebut diriwayatkan pula oleh Ahmad dalam kitab al-Qadha, oleh Ibnu Majah dalam al-Ahkam, dan oleh At-Tabrani dalam as-Shagir. Kata al-Haitami, para perawinya orang-orang yang terpercaya. Penyusun kitab Subulussalam menyebutkan hadis ini dalam bab riba, karena sesungguhnya kutukan kepada orang tersebut memberikan pengertian bahwa pengambilan harta orang lain itu menyerupai riba.
Kata suap yang dalam bahasa Arab disebut “Rishwah” atau “Rasyi”, secara bahasa bermakna “memasang tali, ngemong, mengambil hati”Banyak yang memberikan definisi tentang suap ini sehingga menurut istilah dikenal beberapa pengertian suap, seperti uraian berikut:
· Suap adalah sesuatu yang diberikan kepada seseorang dengan syarat orang yang diberi tersebut dapat menolong orang yang memberi.
Maksudnya,
sesuatu yang dapat berupa uang ataupun harta benda yang diberikan
kepada seseorang dengan tujuan meraih sesuatu yang diinginkan, berkat
bantuan orang yang diberi tersebut.
· Suap adalah sesuatu yang diberikan setelah seseorang meminta pertolongan secara kesepakatan.
· Suap adalah sesuatu yang diberikan untuk mengeksloitasi barang yang hak menjadi batil dan sebaliknya.
Artinya
sesuatu ini diserahkan kepada orang lain supaya ia ditolong walaupun
dalam urusan kepada orang lain supaya ia ditolong walaupun dalam urusan
yang tidak dibenarkan oleh syara’.
· Suap
adalah sesuatu yang diberikan kepada seseorang agar orang yang diberi
itu memberi hukuman dengan cara yang batil atau memberi suatu kedudukan
atau supaya berbuat dzalim.
· Suap
adalah sesuatu yang diberikan oleh seseorang kepada hakim atau lainnya
supaya orang itu mendapatkan kepastian hukum atau memperoleh
keinginannya.
1. UNSUR-UNSUR SUAP
Di atas telah dikemukakan beberapa versi tentang definisi suap, maka di sini dapat digarisbawahi bahwa unsur-unsur suap adalah sebagai berikut:
Di atas telah dikemukakan beberapa versi tentang definisi suap, maka di sini dapat digarisbawahi bahwa unsur-unsur suap adalah sebagai berikut:
Penerima suap, yaitu orang yang menerima sesuatu dari orang lain baik berupa harta atau uang maupun jasa supaya mereka melaksanakan permintaan penyuap, padahal tidak dibenarkan oleh syara’, baik berupa perbuatan atau justru tidak berbuat apa-apa.
Pemberi suap, yaitu orang yang menyerahkan harta atau uang atau jasa untuk mencapai tujuannya.
Suapan, yaitu harta atau uang/barang atau jasa yang diberikan sebagai sarana untuk mendapatkan benda dan atau sesuatu yang didambakan, diharapkan, atau diterima.
2. MACAM-MACAM SUAP
a. Suap untuk membatilkan yang haq atau membenarkan yang batil.Halal itu jelas, haram itu jelas. Hak itu kekal dan batil itu sirna. Syariat Allah merupakan cahaya yang menerangi kegelapan yang menyebabkan orang-orang mukmin terpedaya dan para pelaku kejahatan tertutupi dan terlindungi. Maka, setiap yang dijadikan sarana untuk menolong kebatilan atas kebenaran itu haram hukumnya.
a. Suap untuk membatilkan yang haq atau membenarkan yang batil.Halal itu jelas, haram itu jelas. Hak itu kekal dan batil itu sirna. Syariat Allah merupakan cahaya yang menerangi kegelapan yang menyebabkan orang-orang mukmin terpedaya dan para pelaku kejahatan tertutupi dan terlindungi. Maka, setiap yang dijadikan sarana untuk menolong kebatilan atas kebenaran itu haram hukumnya.
b. Suap untuk mempertahankan kebenaran dan mencegah kebatilan serta kedzaliman.
Secara
naluri, manusia memiliki keinginan untuk berintraksi sosial, berusaha
berbuat baik. Akan tetapi, terkadang manusia khilaf sehingga terjerumus
ke dalam kemaksiatan dan berbuat dzalim terhadap sesamanya, menghalangi
jalan hidup orang lain sehingga orang itu tidak memperoleh hak-haknya.
Akhirnya, untuk menyingkirkan rintangan dan meraih hak-haknya terpaksa
harus menyuap. Suap-menyuap dalam hal ini (dilakukan secara terpaksa),
menurut Abdullah bin Abd. Muhsin suap menyuap dalam kasus tersebut bisa
ditolerir (dibolehkan). Namun ia harus bersabar terlebih dahulu sampai
Allah membuka jalan baginya.
Sekarang yang menjadi perntanyaan, siapakah yang berdosa apabila terjadi kasus suap-menyuap seperti itu? Yang menyuap atau yang menerima suap? Ataukah keduanya?
Dalam hal ini ada dua pendapat:
Pertama, menurut jumhur ulama, yang menanggung dosa hanya penerima suap.
Kedua, menurut Abu Laits as-Samarqandi berkata, “Dalam
kasus seperti ini (suap untuk mencegah kedzaliman) tidak ada masalah
jika seseorang menyerahkan hartanya kepada orang lain demi mencari
kebenaran.”
Korupsi baik terhadap umum maupun milik Negara yang dianggap sebagai perbuatan salah/curang diharamkan dalam Islam dan diancam dengan adzab akhirat. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 161 :
وَمَا كَانَ النَّبِيُّ أَنْ يَغُلَّ وَمَنْ يَغْلًُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لاَ يُظْلَمُوْنَ.
“Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu; kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.”
Islam melarang perbuatan tersebut, bahkan menggolongkannya sebagai salah satu dosa besar, yang dikhianati oleh Allah dan Rasulnya. Karena perbuatan tersebut tidak hanya melecehkan hukum, tetapi lebih jauh lagi melecehkan hak seseorang untuk mendapatkan perlakuan yang sama di depan hukum. Oleh karena itu, seorang hakim hendaklah tidak menerima pemberian apapun dari pihak manapun selain gajinya sebagai hakim.
عن عبد الله ابن عمرو قال : لَعَنَ رَسُوْلُ اللهُ صَلَّى اللهٌ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِى وَالْمُرْتَشِى (رواه مدي)
“Dari Abdullah bin Amr, berkata: “Rasulullah SAW melaknat penyuap dan orang yang disuap.” (HR. Turmudzi)
Semisal suatu proyek atau tender yang didapatkan melalui uang suap, maka pemenang tender akan mengerjakan proyeknya tidak sesuai program atau rencana sebagaimana yang ada dalam gambar, tetapi mengurangi kualitasnya agar uang yang dipakai untuk menyuap dapat ditutupi dan tidak dapat tertutupi dan ia tidak merugi, sehingga tidak jarang hasil pekerjaan tidak tahan lama atau cepat rusak, seperti banyak jalan dan jembatan yang seharusnya kuat 10 tahun, tetapi baru lima tahun saja telah rusak.
Semisal suatu proyek atau tender yang didapatkan melalui uang suap, maka pemenang tender akan mengerjakan proyeknya tidak sesuai program atau rencana sebagaimana yang ada dalam gambar, tetapi mengurangi kualitasnya agar uang yang dipakai untuk menyuap dapat ditutupi dan tidak dapat tertutupi dan ia tidak merugi, sehingga tidak jarang hasil pekerjaan tidak tahan lama atau cepat rusak, seperti banyak jalan dan jembatan yang seharusnya kuat 10 tahun, tetapi baru lima tahun saja telah rusak.
Dengan demikian, kapan di mana saja, suap akan menyebabkan kerugian bagi masyarakat banyak, dengan demikian, larangan Islam untuk menjauhi suap tidak lain agar manusia terhindar dari kerusakan dan kebinasaan di dunia dan disiksa Allah SWT kelak di akherat.
B. LARANGAN BAGI PEJABAT UNTUK MENERIMA HADIAH
Terdapat hadis Nabi yang datang dari Abu Humaid Assa’id r.a berkata, “Rasulullah mengangkat seorang pegawai untuk menerima sedekah/zakat, kemudian setelah selesai ia datang kepada Nabi SAW dan berkata, “Ini untukmu dan ini untuk hadiah yang diberikan orang kepadaku.” Maka Nabi SAW bersabda kepadanya, “Mengapa anda tidak duduk saja di rumah ayah atau ibu anda untuk melihat apakah diberi hadiah atau tidak (oleh orang)?” Kemudian sesudah shalat, Nabi SAW berdiri, setelah tasyahud memuji Allah selayaknya, lalu bersabda, “Amma ba’du, mengapakah seorang pegawai yang diserahi amal, kemudian ia datang lalu berkata, ini hasil untuk kamu dan ini aku diberi hadiah. Mengapa ia tidak duduk saja di rumah ayah atau ibunya untuk melihat apakah diberi hadiah atau tidak, Demi Allah yang jiwa Muhammad di tangan-Nya tiada seorang yang menyembunyikan sesuatu (korupsi) melainkan ia akan menghadap di hari kiamat memikul di atas lehernya, jika berupa onta bersuara, atau lembu yang menguak atau kambing yang mengembik, maka sunggu aku telah menyampaikan. Abu hamid berkata, “Kemudian Nabi SAW mengangkat kedua tangannya sehingga aku dapat melihat putih kedua ketiaknya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis di atas dalil tentang haramnya memberi hadiah dan menerimanya terhadap seorang pejabat. Hal itu merupakan pengkhianatan, karena ia berkhianat terhadap jabatan atau kekuasaannya.
---------------------------------------------------
DAFTAR PUSTAKA
* Adzhabi, Syamsuddin, 75 Dosa Besar. Media Idaman Press, Surabaya, tt.
* Atharsyah, Adnan, Yang Disenangi Nabi dan Yang Tidak Disenangi Nabi. Gema Insani Press, Jakarta 2006.
* Bahresy, Salim, Tarjamah Riyadhus Shalihin. PT. Al-Ma’arif, Bandung 1986.
* Adzhabi, Syamsuddin, 75 Dosa Besar. Media Idaman Press, Surabaya, tt.
* Atharsyah, Adnan, Yang Disenangi Nabi dan Yang Tidak Disenangi Nabi. Gema Insani Press, Jakarta 2006.
* Bahresy, Salim, Tarjamah Riyadhus Shalihin. PT. Al-Ma’arif, Bandung 1986.
Sumber :
http://gontor2007.blogspot.com/2010/04/larangan-korupsi-dan-kolusi-hadis.html
Wassalamu'alaikum wr.wb.
Wassalamu'alaikum wr.wb.
No comments