Sejarah Singkat Sunni dan Syiah
Diskusi tentang sejarah Syiah dan Sunni sampai hari ini menjadi diskusi
tak berkesudahan, terkait dengan persoalan keyakinan, fikih, bahkan
politik. Sering kali perdebatan dan saling tuduh terjadi lantaran sudut
pandang yang bias.
Agar kita mendapatkan sudut pandang yang
jernih tentang hal ini, tentu kita mesti menengok terlebih dahulu
sejarah Syiah dan Sunni, terutama pada era kekhalifahan, di mana kedua
sekte (aliran) itu lahir, bergesekan dan berdampingan.
Sejarah Syiah dan Sunni Berawal dari Pertikaian
Sebelum kita membahas lebih lanjut mengenai sejarah Syiah dan Sunni
maka perlu diketahui bahwa dikotomi Syiah dan Sunni tidak pernah ada
sebelum peristiwa tahkim (arbitrase) pada abad ke-1 H, yaitu perundingan
damai antara Ali bin Abi Thalib, yang saat itu menjabat sebagai
khalifah ketiga, dengan Muawiyah bin Abi Sufyan yang mengklaim sebagai
khalifah. Kedua sahabat tersebut bertikai, bahkan berperang, dan menemui
titik temu pada peristiwa tahkim itu.
Sebagian pengikut Ali
tidak sepakat dengan arbitrase ini. Mereka lalu keluar dari barisan
pendukung dan membuat kelompok tersendiri yang kemudian dikenal dengan
nama Khawarij, yang malah balik menentang Ali. Sedangkan sebagian lagi
bersikap sebaliknya: mendukung penuh Ali. Kelompok ini lantas dinamai
Syiah, yang artinya para pengikut. Adapun umat Islam yang lain, yang
tidak masuk dalam kelompok pendukung maupun penentang, disebut kelompok
Sunni. Khawarij punah seiring zaman, sementara dua sekte yang lain tetap
hidup.
Pada sejarah Syiah dan Sunni selanjutnya, kedua sekte
ini mengembangkan perbedaan-perbedaan mereka kepada ranah teologi
(keyakinan), fikih, dan sikap politik. Kaum Sunni sepakat bahwa para
Khalifah Yang Empat (khulafaur-rasyidin) adalah sah, yaitu Abu Bakar,
Umar bin Khathab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Sementara,
beberapa kelompok Syiah hanya mengakui Ali bin Abi Thalib sebagai
khalifah. Menurut mereka, penerus sah kepemimpinan Muhammad Saw adalah
Ali, lalu diteruskan kepada para imam yang suci dari kalangan Ahlul Bayt
(keluarga Nabi Muhammad Saw).
Dalam sejarah politik Islam, Syiah
menjadi oposan (penentang) utama kekhalifahan Dinasti Umayah (abad ke-1
-2 H) yang Sunni, karena dianggap memusuhi ahlul bayt yang dalam Syiah
disucikan dan diagungkan. Ketika Dinasti Umayah runtuh, Syiah sempat
mendapatkan kekuasaan ketika turut serta mendirikan kekhalifahan Dinasti
Abassiyah pada pertengahan abad ke-2 H. Namun, beberapa lama kemudian,
Syiah menjauh lagi dari kekuasaan.
Pada masa kekacauan
pemerintahan Abassiyah, salah satu sekte Syiah, yaitu Ismailiyah (yang
paling banyak dipermasalahkan oleh Sunni akibat keyakinannnya yang
menyimpang) menguasai Mesir dan mendirikan kekhalifahan Dinasti
Fathimiyah di sana pada 910 M. Dinasti ini sempat mendirikan sebuah
universitas yang terkenal hingga kini, yaitu Universitas Al-Azhar di
Kairo, Mesir. Setelah beberapa kurun, Fathimiyah runtuh dan Al-Azhar
diambil alih oleh Sunni. Inilah gambaran singkat dan umum mengenai
sejarah Syiah dan Sunni di masa Khilafah.
Aliran dan Mazhab dalam Syiah - Sejarah Syiah Dan Sunni
Terkait keyakinan Syiah tentang para Imam yang suci, ada beberapa
aliran dalam hal ini. Ada yang menetapkan jumlah 12 untuk imam, yaitu
aliran Syiah "itsna asyari" (Syiah 12 imam), dan ini aliran yang paling
populer. Ada juga yang menetapkan lima imam dan tujuh imam. Namun tidak
semua aliran menentang keabsahan kekhalifahan Abu Bakar dan Umar seperti
yang dituduhkan. Aliran Zaidiyah misalnya, tetap mengakui kekhalifahan
sebelum Ali.
Dalam bidang fikih (hukum), Syiah dan Sunni
memiliki banyak perberbedaan karena metode ushul fikih (kaidah
penggalian hukum) yang berbeda, terutama karena Syiah menjadikan
pendapat imam sebagai sumber hukum Islam. Sedangkan, Sunni hanya
membatasi sumber hukum Islam pada Al-Quran, Hadits, Ijma (kesepakatan),
dan qiyas (analogi). Namun, ada satu mazhab fikih Syiah yang diakui oleh
golongan Sunni, yaitu mazhab Jafari, hingga dikatakan sebagai mazhab
kelima setelah Hanafi, Maliki, Syafii dan Hambali. Keempat mazhab ini
beraliran Sunni. Inilah sejarah Syiah dan Sunni yang berkaitan dengan
madzab.
Peran Khilafah dalam Sejarah Syiah Dan Sunni
Khilafah adalah bentuk pemerintahan Islam yang mampu menciptakan suasana
aman, damai dan tentram bagi rakyatnya terutama bagi Sunni dan Syiah.
Setiap warga negara baik Islam maupun non-muslim dapat hidup secara
berdampingan tanpa ada unsur pertikaian dan perpecahan, salah satu
buktinya adalah ketika Islam berkuasa di Andalusia (Spanyol). Sejarah
Syiah dan Sunni dalam naungan khilafah tidak seburuk yang terjadi di
masa sekarang.
Ada banyak sejarah Syiah dan Sunni yang
berkaitan dengan madzab yang menunjukkan bahwa memang terjadi
keharmonisan dan keselarasan di antara mereka contonya adalah apa yang
terjadi di Kufah, Yaman dan wilayah khilafah lainnya. Mereka dapat hidup
berdampingan dalam sebuah masyarakat Islam, walaupun ada perbedaan
namun perbedaan itu tidak memunculkan sikap ahsobiyah (fanatik golongan
berlebih).
Kebijakan khilafah yang adil dan tidak pandang bulu kepada satu golongan tersebut, di antara kebijakan khalifah yaitu :
1. Khalifah tidak akan melarang sebuah pendapat atau pemikiran Islami
yang bersumber dari dalil-dalil Islam (al Quran, Hadist, Ijmak dan
Qiyas). Namun bila pendapat dan pemikiran dari sebuah golongan sudah
menyalahi Islam maka kahlifah berhak melarangnya. Apalagi pendapat dan
pemikiran tersebut menyalahi hal yang pokok dalam agama ini, yaitu
keimanan atau akidah. Bila ada golongan yang pendiriannya lemah namun
tetap bersumber dari dalil Islam maka khalifah akan membiarkannya tanpa
ada larangan sedikit pun. Bahkan dalam sejarah golongan yang tidak
sepemahaman dengan khalifah mendapatkan beberapa jabatan penting dalam
khilafah.
2. Golongan yang sudah tidak memiliki akidah Islam
sesuai ajaran Rasulullah Saw maka akan dijatuhi sanksi sebagai orang
yang telah kuluar dari agam Islam atau disebut murtad. Khalifah akan
melakukan dakwah terlebih dahulu kepada golongan sesat ini agar kembali
kepada ajaran yang benar, mereka akan diberikan waktu untuk merenungi
kesalahan dan kesesatan mereka agar dapat bertobat. Namun apabila mereka
tetap kukuh dalam kesesatannya maka khalifah akan memberikan sanksi
tegas kepada mereka berdasarkan sunnah Rasulullah Saw.
3.
Khalifah akan memberikan sanksi yang tegas kepada golongan yang
berkeinginan untuk memberontak, mengkudeta, memecah belah umat, atau
melakukan kerjasama jahat dengan kafir yang memerangi Islam. Golongan
ini akan diberikan sanksi berat berdasarkan ijtihad khalifah atau qodhi.
Hal dilakukan agar persatuan dan kesatuan serta kemanan khilafah dapat
terjaga dari serangan dari dalam negeri maupun luar negeri. Sebagaiman
sabda Rasulullah Saw : Siapa saja yang datang kepada kalian, sementara
urusan kalian berkumpul di tangan seseorang (Khalifah), kemudian dia
hendak merobek kesatuan kalian dan memecah-belah jamaah kalian, maka
bunuhlah. (HR Muslim).
4. Pendidikan yang berasaskan Islam akan
terus dijalankan pemerintah dengan serius dan dengan kualitas terbaik
dengan biaya murah bahkan diutamakan gratis. Pendidikan merupakan hak
setiap warga negara baik muslim maupun non-muslim. Pendidikan khilafah
akan memberikan dasar akidah yang kuat dan memberikan tsaqofah Islam
yang luas kepada pelajar serta memberikan ilmu pengetahuan sains dan
teknologi yang maju. Persatuan dan kesatuan umat akan menjadi materi
yang diajarkan secara mendalam dan membekas kepada setiap pelajar
sebagai upaya menajaga khilafah dari perpecahan dan keruntuhan. Umat
Islam dapat bersatu karena keimanan mereka kepada Allah Swt. Dan Allah
Swt saja yang dapat memberikan kesatuan dalam hari umat Islam
sebagaimana firman-Nya :
Dan yang mempersatukan hati mereka
(orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan)
yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati
mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya
Dia Maha gagah lagi Maha Bijaksana. (QS al-Anfal [8]: 63)
Dari
empat poin di atas maka khalifah adalah pengayom, penjaga dan pemelihara
umat. Hal itu sesuai dengan sabda Rasulullah Saw :
Imam (Khalifah) adalah perisai; orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya (HR Muslim).
Imam (Khalifah) laksana penggembala dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya (HR al-Bukhari).
Sejarah Syiah Dan Sunni Hari Ini
Akibat perbedaan mendasar dalam banyak hal, kedua sekte ini tetap hidup
masing-masing hingga kini. Pengikut Sunni meliputi mayoritas umat Islam
di seluruh dunia Islam. Sedangkan, penganut Syiah terkonsentrasi di
Irak dan Iran. Bahkan di Iran, Syiah mendirikan negara sendiri
berdasarkan teologi dan fikih Syiah sejak Revolusi Iran tahun 1979.
Sumber : http://www. anneahira.com/ sejarah-syiah-dan-sunni.htm
Sejarah Singkat Sunni dan Syiah
Reviewed by Djambhoe
on
July 26, 2013
Rating: 5
No comments