Home
/
Bahayanya Penyebaran Syiah di Negara-negara Sunni
/
Bahayanya Penyebaran Syiah di Negara-Negara Sunni (Bagian Ketiga: Rukun Iman)
Bahayanya Penyebaran Syiah di Negara-Negara Sunni (Bagian Ketiga: Rukun Iman)
Oleh: Prof. Dr. Kamaluddin Nurdin Marjuni - 10/06/13 | 19:30 | 01 Shaban 1434 H
dakwatuna.com - Kemudian untuk rukun iman yang lainnnya, seperti
beriman kepada malaikat, kitab-kitab, para rasul, hari kiamat, serta
qadha dan qadar, akan penulis jelaskan satu persatu secara singkat di
bawah ini.
Malaikat-Malaikat-Nya
Termasuk bagian dari
rukun iman yang disepakati oleh sunnah dan syi’ah adalah beriman kepada
malaikat-malaikat Allah Taala, sebagaimana firman-Nya:
(آمَنَ
الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ
آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لا نُفَرِّقُ بَيْنَ
أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ
رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ).
“Rasul telah beriman kepada
Al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula
orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka
mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan
yang lain) dari rasul rasul-Nya”, dan mereka mengatakan: “Kami dengar
dan kami taat”. (Mereka berdoa): “Ampunilah kami ya Tuhan kami dan
kepada Engkaulah tempat kembali” (Al-Baqarah: 285)
Namun yang
menjadi masalah di sini adalah adanya bentuk penafsiran-penafsiran atau
interpretasi dan pemahaman yang berbeda antara sunnah dan syi’ah.
Misalnya, dari segi asal penciptaan malaikat dan tugas malaikat. Bagi
sunnah, malaikat diciptakan dari cahaya (semata), sebagaimana sabda
Rasulullah saw:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “خُلِقَتْ الْمَلَائِكَةُ مِنْ نُورٍ
وَخُلِقَ الْجَانُّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ وَخُلِقَ آدَمُ مِمَّا وُصِفَ
لَكُمْ”.
Dari ‘Aisyah, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah
saw: “malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari api yang
menyala-nyala, dan Adam diciptakan dari sesuatu yang telah disebutkan
(ciri-cirinya) untuk kalian” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2996].
Namun syi’ah berpendapat lain, dan menegaskan bahwa penciptaan malaikat
berasal daripada cahaya imam Ali[1]. Di samping itu syi’ah mengatakan
bahwa ada di antara malaikat yang kerja dan tugasnya hanya untuk
menangisi kuburan imam Husain dan berbolak balik menziarahi kuburannya
sehingga hari kiamat. Dan menurut mereka jumlah para malaikat adalah
sebanyak 4000[2]. Sementara dalam aqidah sunnah, tidak ditemukan
pemahaman bahwa terdapat segerombolan malaikat yang ditugaskan oleh
Allah untuk menangis di atas kuburan imam Husain.
Bagi syi’ah,
malaikat Jibril di samping bertugas sebagai pembawa wahyu Ilahi, Allah
juga menugaskannya sebagai pelayan bagi para imam-imam syi’ah,
sebagaimana riwayat yang disebutkan dalam kitab “Biharul Anwar”:
(إِنَّ جِبْرَائِيْل دَعَا أَنْ يَكُوْنَ خَادِمًا لِلْأَئِمَّةِ، قَالُوا: فَجِبْرِيْلُ خَادِمُنَا).
“Sesungguhnya malaikat Jibril meminta untuk menjadi pelayan para imam, maka para imam menjawab: Jibril adalah pelayan kami”[3].
Asumsi ini tidak diterima oleh sunnah. Sebab malaikat Jibril yang biasa
disebut sebagai “ar-Ruuh” menurut aqidah sunnah tugasnya hanyalah
sebagai pembawa wahyu, dan hanya melayani Nabi Muhammad saw, sesuai
dengan firman Allah:
(نَزَلَ بِهِ الرُّوحُ الأمِينُ عَلَى قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ الْمُنْذِرِينَ) –الشورى: 193، 194-.
“Dia dibawa turun oleh Ar-Ruuh Al-Amin (Jibriil), ke dalam hatimu
(Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang
memberi peringatan”. (Asy-Syu’raa’: 193-194)
Di dalam ayat lain disebutkan:
(تَنَزَّلُ الْمَلائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ) –القدر: 4-.
“Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Ar-Ruuh (Jibriil) dengan ijin Tuhannya untuk mengatur segala urusan” (Al-Qadar: 4)
Kitab-Kitab-Nya
Kepercayaan kepada kitab-kitab merupakan rukun iman yang ketiga.
Kesemua ajaran-ajaran agama disampaikan oleh malaikat dan dicatatkan di
dalam kitab-kitab dan suhuf. Dan jumlah kitab-kitab suci tidak diketahui
secara pasti berapa jumlahnya. Namun sekalipun tidak diketahui secara
pasti jumlah kitab-kitab tersebut, yang jelas setiap rasul dibekalkan
dengan kitab suci masing-masing.
Silang pendapat antara sunnah
dan syi’ah pada masalah ini sangat tajam. Sunnah meyakini bahwa dalam
agama Islam kitab yang diturunkan Allah swt kepada ummat Islam adalah
Al-Qur’an yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, dan pendapat ini disetujui
oleh syi’ah. Atau dengan kata lain, sunnah dan syi’ah sepakat dan
sekata bahwa pedoman ajaran agama Islam adalah kitab Al-Qur’an yang
dibekalkan oleh Allah untuk Nabi Muhammad saw. Namun, perselisihan tajam
terjadi ketika kalangan syi’ah berasumsi bahwa Al-Qur’an yang dipegang
oleh sunnah, yaitu (Mushaf Utsmani) tidak originil alias palsu, sebab
telah mengalami perubahan yang berupa penambahan dan pengurangan. Hal
ini dijelaskan oleh ulama hadits terkemuka syi’ah Imamiyah, yaitu Abu
Ja’far Muhammad bin Ya’qub Al-Kulaini: ”dari Abu Abdullah (Ja’far
Ash-Shadiq), ia berkata: ”Sesungguhnya Al-Qur’an yang dibawa oleh Jibril
kepada Muhammad memiliki 17.000 ayat“[4].
Pada tempat lain, disebutkan juga teks berikut:
عَنْ أَبِي بَصِيْر، قَالَ: دَخَلْتُ عَلَى أَبِي عَبْدِ اللهِ …:
“وَإِنَّ عِنْدَنَا لَمُصْحَفُ فَاطِمَة عَلَيْهَا السَّلاَم، قُلْتُ (أَيْ
قَوْلُ الرَّاوِي): وَمَا مُصْحَفُ فَاطِمَة عَلَيْهَا السَّلاَمْ؟ قَالَ:
مُصْحَفٌ فِيْهِ مِثْلُ قرْآنِكُمْ هَذَا ثَلاَثُ مَرَّاتٍ مَا فِيْهِ
مِنْ قُرْآنِكُمْ حَرْفٌ وَاحِدٌ”.
Dari Abi Bashir, ia berkata,
Abu Abdillah berkata: “Sesungguhnya di sisi kami ada mushaf Fathimah,
Abu Bashir bertanya: apakah Mushaf Fathimah itu?’ Ia (Abu Abdillah)
berkata: ”yaitu Mushaf yang 3 kali lipat dari apa yang terdapat di dalam
mushaf kalian. Demi Allah, tidak ada padanya satu huruf pun dari al-
Qur’an kalian”[5]. Oleh karena itu, Husain bin Muhammad At-Taqi An-Nuri
Ath-Thabrisi menegaskan bahwa Al-Qur’an yang dimiliki oleh ahlu sunnah
telah mengalami perubahan besar dan mengalami banyak penyimpangan dan
penyelewengan[6].
Bahkan dalam riwayat lain disebutkan dalam kitab “Biharul Anwar”:
“مُصْحَفُ فَاطِمَة عَلَيْهَا السَّلاَم مَا فِيْهِ شَيْءٌ مِنْ كِتَابِ اللهِ، وَإِنَّمَا هُوَ شَيْءٌ أُلْقِي عَلَيْهَا”
“Sesungguhnya isi kandungan Mushaf Fathimah adalah wahyu dari Allah yang langsung disampaikan kepadanya (Fathimah) ”[7].
Kesemua teks-teks riwayat di atas tidak memerlukan penjelasan lebih
dalam dan rinci, sebab sudah sangat jelas maksudnya, bahwa terdapat
mushaf yang diturunkan khusus untuk Fathimah.
Dalam kitab
“Dalaai`l an-Imamah” terdapat riwayat yang menggambarkan isi dan
kandungan daripada mushaf Fathimah, di antaranya adalah hal-hal ghaib.
Seperti pemberitaan tentang peristiwa-peristiwa apa yang sudah terjadi
dan akan terjadi sampai hari kiamat kelak, bilangan jumlah malaikat,
siapa saja utusan Allah, nama-nama para Imam syi’ah (dua belas imam),
sifat-sifat penghuni surga dan neraka, jumlah orang yang akan berjaya
masuk di dalam surga dan neraka, serta banyak lagi hal-hal lain[8].
Riwayat seperti ini sangat banyak ditemui dalam kitab-kitab syi’ah yang
masuk dalam katagori autentik “al-Mu’tabarah”, seperti: “Bashaa`ir
ad-Darajaat” karangan Ibnu al-Farruukh as-Shaffar, “Amaali as-Sudduuq”,
karangan Ibnu Babwaih al-Qummi dll.
Tentunya
ilustrasi-ilustrasi ghaib yang tersebut dalam kitab-kitab di atas adalah
sesuatu yang tidak masuk logika. Sebab Nabi Muhammad sendiri tidak
mampu bercerita kepada ummatnya tentang hal-hal demikian, sebagaimana
yang diungkapkan dalam firman Allah swt;
(قُل لاَّ أَقُولُ
لَكُمْ عِندِي خَزَآئِنُ اللّهِ وَلا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلا أَقُولُ
لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ إِنْ أَتَّبِعُ إِلاَّ مَا يُوحَى إِلَيَّ قُلْ هَلْ
يَسْتَوِي الأَعْمَى وَالْبَصِيرُ أَفَلاَ تَتَفَكَّرُونَ) –الأنعام:50-
“Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah
ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula)
aku mengatakan kepadamu bahwa aku ini malaikat. Aku tidak mengikuti
kecuali apa yang telah diwahyukan kepadaku. Katakanlah: “Apakah sama
orang yang buta dengan orang yang melihat”. Maka apakah kamu tidak
memikirkan(nya)”. (Al-An’aam: 50).
Di samping itu, syi’ah
Imamiyah berasumsi bahwa masing-masing kedua belas imam mendapatkan
suhuf (lembaran-lembaran) tersendiri[9], sebagaimana yang dinyatakan
dalam kitab “Ikmaal ad-Din”:
عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَآلِهِ: “إِنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنْزَلَ عَلَى
اثْنَى عَشَرَ خَاتِمًا، وَاِثْنَى عَشَرَ صَحِيْفَةً، اِسْمُ كُلَّ
إِمَامٍ عَلَى خَاتِمِهِ، وَصِفَتِهِ فِي صَحِيْفَتِهِ”
“Sesungguhnya Allah swt menurunkan (membagikan) cincin kepada dua belas
imam, dan bagi tiap-tiap imam dua belas diberikan lembaran
masing-masing, dan pada setiap cincin tersebut tertulis nama imam,
sedangkan sifatnya tersebut dalam lembaran”[10].
Dengan
demikian, pada dasarnya syi’ah mengakui adanya kitab suci selain
al-Qur’an yang dibawa oleh Nabi Muhammad, yang dikenal sebagai “Mushaf
Fatimah”. Dan Allah membagikan shuhuf (lembaran-lembaran) kepada setiap
imam yang dua belas.
Bagi sunnah keotentikan mushaf dan shuhuf
ini merupakan sebuah tanda tanya besar. Sebab bagi sunnah al-Qur’an dan
Hadits sudah cukup untuk dijadikan pedoman hidup bagi ummat, sesuai
dengan firman Allah swt:
(وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَاناً لِّكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ) -النحل،89-
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan
segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang berserah
diri”. (An-Nahl: 89)
(مَّا فَرَّطْنَا فِي الكِتَابِ مِن شَيْءٍ ثُمَّ إِلَى رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ) -الأنعام، 38-
“Tiadalah Kami alpakan (lalaikan) sesuatu apapun di dalam Al-Kitab,
kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan”. (Al-An’aam: 38)
Rasulullah saw juga bersabda:
(تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا: كِتَابَ اللهِ، وَسُنَّةَ نَبِيَّهِ)
“Saya meninggalkan kepadamu sekalian dua perkara, kamu tidak akan
tersesat selama berpegang teguh kepadanya, yaitu: kitab Allah
(al-Qur’an) dan Sunnah Nabi-Nya (Hadits)”. (Muwatta’ Imam Malik, no:
2618).
Sebagai catatan, perlu diperhatikan bahwa sebagian ulama
syi’ah (minoritas) baik klasik ataupun kontemporer[11] ada yang
menyanggah keyakinan bahwa al-Qur’an yang di tangan sunnah tidak
orisinil. Dalam artian lain, mereka mengakui bahwa Mushaf Utsmani tidak
ada penyimpangan atau penyelewangan dalam isi kandungannya. Ulama
tersebut adalah, imam at-Thuusi, imam at-Tabrisi, as-Syarif al-Murtadha,
Adnan al-Bahraani, Syekh al-Qummi, syekh Muhammad Ridha al-Muzaffar dan
syekh Kasyif al-Ghita’[12]. Sedangkan mayoritas ulama syi’ah tetap
tidak mengakui Mushaf Utsmani[13].
Sunnah menilai bahwa
pengakuan sebahagian ulama syi’ah terhadap mushaf Ustmani bermotifkan
“Taqiyyah”, alias bukan sikap hakiki mereka. Sikap ini mereka ambil
hanya untuk meredakan pertikaian antara sunnah dan syi’ah. Namun menurut
hemat penulis, sebaiknya usaha demikian dari pihak syi’ah kita tanggapi
secara positif, atau dengan kata lain bersifat baik sangka “Husnuzhan”
terhadap mereka. Yang artinya kita merespon baik pandangan golongan
minoritas ulama syi’ah Imamiyah di atas. Alangkah baiknya kalau kita
mencari persamaan dan memperkecil ruang perbedaan?
Bahkan DR.
Musa al-Musawi (intelektual syi’ah) menegaskan, bahwa yang berpendapat
adanya “Tahrif” atau penyelewengan dalam mushaf utsmani adalah golongan
minoritas syi’ah dan bukannya mayoritas. Dan beliau sendiri meyakinkan
kita bahwa imam al-Khu’i dalam kitab tafsirnya “al-Bayan” telah
menafikan sendiri unsur “Tahrif” yang ditujukan pada mushaf “Utsmani”
oleh ulama-ulama syi’ah lain, dan yang berpendapat demikian sebenarnya
hanyalah orang-orang yang lemah akal pikirannya[14].
Tapi walau
bagaimanapun, pihak sunnah menilai bahwa masalah “Tahrif” adalah
pandangan mayoritas golongan syi’ah. Seperti yang ditegaskan oleh syekh
adz-Dzahabi dalam bukunya “al-Ittijahat al-Munharifah fi Tafsir
al-Qur’an”[15].
[1] As-Sayyid Hasyim al-Bahrani, Ma’alim az-Zulfa fi Ma’arif an-Nasy’at al-Ula, hal: 249.
[2] Lihat. Wasaail as-Syi’ah, 10/318.
[3] Al-Majlisi, Biharul Anwar, 26/345.
[4] Al-Kulaini, Kitab Al-Kaafi, 2/634. (kitab ini sama kedudukannya dengan kitab shahih Bukhari disisi Ahlu Sunnah).
[5] Al-Kulaini, Kitab al-Kaafi, 1/239-240.
[6] Husain bin Muhammad At-Taqi An-Nuri Ath-Thabrisi, kitab Fashlul
Khithab Fii Itsbati Tahrifi Kitabi Rabbil Arbab, dinukil dari Asy-Syi’ah
Wal Qur’an, hal. 31-32, karya Ihsan Ilahi Dzahir.
[7] Biharul Anwar, 26/42.
[8] Muhammad Ibnu Jarir bin Rustum at-Thabari, Dalaail al-Imamah, hal: 27-28.
[9] Suhuf bentuk jama’ dari Shahiifah, artinya lembaran, memiliki
beberapa sinonim dalam bahasa Arab, yaitu: Waraqah, Ruq’ah, Tirsun dan
Qirthaasun. Lihat: DR. Kamaluddin Nurdin Marjuni, kamus “Syawarifiyyah”,
Sinonim Arab-Indonesia, hal: 368.
[10] Riwayat ini disebutkan
di berbagai kitab-kitab Syi’ah, lihat: al-Kulayni, al-Kaafi, 1/527-528.
Ikmaal ad-Din, Ibnu Babwaih al-Qummi, hal: 301-304.
[11]
al-‘Allamah As-Sayyid Ali al-Husaini al-Milani (intelektual syi’ah
kontemporer) mengarang sebuah buku yang berjudul “ عدم تحريف القرآن”
yang artinya: Tidak ada penyelewengan al-Qur’an. Buku ini dicetak oleh
Markaz al-Abhats al-‘Aqadiyyah. Sebuah pusat kajian syi’ah di Iran.
[12] Lihat: al-Wihdah al-Islamiah, hal: 33-34.
[13] Lihat ketegasan ulama-ulama syi’ah tentang “Tahrif” dalam tafsir
“as-Shaafi”, imam al-Faidh al-Kaasyaani, tafsir “al-‘Iyasyi” imam
al-‘Iyasyi.
[14] Lihat: DR. Musa al-Musawi, as-Syi’ah wa at-Tashih, hal: 131-132.
[15] Lihat: Footnote hal: 53.
Sumber: http://www.dakwatuna.com/ /2013/06/10/34819/ bahaya-penyebaran-syiah-di-nega ra-negara-sunni-bagian-ketiga- rukun-iman/ # ixzz2ZqhFKPXh
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook
Bahayanya Penyebaran Syiah di Negara-Negara Sunni (Bagian Ketiga: Rukun Iman)
Reviewed by Djambhoe
on
July 26, 2013
Rating: 5
No comments