Breaking News

Bahayanya Penyebaran Syiah di Negara-negara Sunni (Bagian Keempat: Rukun Iman)

Oleh: Prof. Dr. Kamaluddin Nurdin Marjuni - 11/06/13 | 07:18 | 02 Shaban 1434 H

Rasul-Rasul-Nya


dakwatuna.com - Kepercayaan kepada para rasul adalah pilar keempat dari rukun iman, berdasarkan firman Allah swt:

(فَآمِنُوا بِاللهِ وَرُسُلِهِ) -النساء، 171-.

“Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya” (An-Nisaa’)

Allah swt mengutus para rasul-Nya untuk menjelaskan dan membimbing umat ke jalan yang lurus dan diridhai-Nya. Di samping itu, Allah menjanjikan pahala khusus bagi siapa saja yang mempercayai para rasul Allah, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat:

(وَالَّذِينَ آمَنُواْ بِاللّهِ وَرُسُلِهِ وَلَمْ يُفَرِّقُواْ بَيْنَ أَحَدٍ مِّنْهُمْ أُوْلَـئِكَ سَوْفَ يُؤْتِيهِمْ أُجُورَهُمْ وَكَانَ اللّهُ غَفُوراً رَّحِيماً) -النساء، 152-.

“Orang-orang yang beriman kepada Allah dan para Rasul-Nya dan tidak membedakan seorang pun di antara mereka, kelak Allah akan memberikan kepada mereka pahalanya. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (An-Nisaa’: 152)

Point ini disepakati bersama antara sunnah dan syi’ah, namun dalam sisi lain terjadi silang pendapat yang mendasar, yaitu apabila syi’ah berusaha untuk menyamakan para rasul dengan Imam-imam syi’ah. Mereka berpandangan bahwa imamah atau wilayah adalah masalah agama yang paling penting, dan setaraf dengan kenabian, dari segi kesempurnaan diri (insan kamil). Mereka memiliki mu’jizat, ma’sum (terpelihara dari dosa dan noda), dan sifat lainnya yang sebenarnya hanya layak disandang oleh seorang nabi dan rasul, namun syi’ah Imamiyah dan syi’ah Isma’iliyah ikut melekatkan sifat-sifat tersebut pada imam-imam mereka. Bahkan mereka meyakini bahwa imam-imam syi’ah mendapatkan wahyu juga seperti halnya nabi dan rasul, seperti yang tertulis di kitab “Biharul Anwar”:

“إن الأئمة عليهم السلام لا يتكلمون إلا بالوحي”

“Sesungguhnya para imam tidak berbicara kecuali dengan landasan wahyu”[1].

Teks di atas sangat jelas menunjukkan bahwa para imam syi’ah mendapatkan wahyu dari Allah swt. Bahkan bagi mereka, para imam lebih tinggi derajatnya di banding para nabi. Hal ini dinyatakan oleh Ibnu Babwaih dalam kitabnya “I’tiqaadaat”[2], yang kemudian ditegaskan oleh al-Majlisi dengan mengatakan:

“اِعْلَمْ أَنَّ مَا ذَكَرَهُ رَحِمَهُ اللهُ مِنْ فَضْلِ نَبِيِّنَا وَأَئِمَّتِنَا صَلَوَاتُ اللهِ عَلَيْهِمْ عَلَى جَمِيْعِ الْمَخْلُوْقَاتِ، وَكَوْنِ أَئِمَّتِنَا أَفْضَلُ مِنْ سَائِرِ الأَنْبِيَاءِ”

“ketahuilah sesungguhnya apa yang telah disebutkan oleh dia (Ibnu Babwaih) rahimaullah, tentang kemuliaan Nabi kita dan para Imam kita (shalawatullah ‘alaihim) melebih semua makhluk lain. Dan kedudukan para imam kita lebih mulia dibandingkan seluruh nabi, hal ini tidak dapat diragukan lagi kebenarannya bagi siapa saja yang mengetahui berita-berita para imam[3].

Begitu juga dengan perihal mu’jizat (miracle), yaitu suatu keadaan atau peristiwa luar biasa yang dialami atau dilakukan oleh nabi atau rasul atas izin Allah swt. Mukjizat ini bertujuan untuk membuktikan kebenaran agama atau berfungsi sebagai senjata untuk menghadapi musuh-musuh yang menentang dan tidak mau menerima ajaran yang dibawa oleh seorang nabi.

Yang menarik perhatian sunnah dalam masalah ini adalah, di dalam kitab-kitab syi’ah banyak disebutkan bahwa para imam-imam syi’ah dibekali juga dengan mu’jizat seperti halnya para nabi dan rasul. Bahkan ulama syi’ah mengambil perhatian besar dalam masalah mu’jizat dengan munculnya berbagai ragam kitab yang membahas dan membicarakan tentang mu’jizat-mu’jizat para imam, seperti, kitab “’Uyuun al-Mu’jizaat” karya Husain bin Abdul Wahab. Di antara mu’jizat imam yang disebutkan dalam kitab tersebut adalah, para imam mampu menghidupkan orang mati, dapat berkomunikasi dengan hewan dan mengetahui hal-hal yang telah terjadi dan apa yang akan terjadi[4]. Juga kitab “Yanaabii’ al-Ma’aajiz”, yang ditulis oleh Hasyim al-Bahrani. Bahkan dia menulis dua kitab mengenai hal ini. Selain kitab di atas adalah kitab “Madinah al-Ma’aajiz”. Dalam kedua kitab tersebut disebutkan bahwa imam mengetahui apa saja keadaan dan peristiwa yang terjadi di langit maupun di bumi[5]. Dan hal inipun ditegaskan oleh salah satu ulama kontemporer imamiyah, yaitu Muhammad Husain Kasyif al-Ghita’ dalam bukunya “Ashlu as-Syi’ah wa Ushuliha”[6].

Perlu diindikasikan di sini bahwa syi’ah Zaidiyah yang merupakan salah satu golongan besar dalam syi’ah, telah berusaha maksimal mungkin menepis dan mengcounter propaganda syi’ah Imamiyah dalam masalah mu’jizat dan kenabian. Sebab menurut syi’ah Zaidiyah, adalah suatu hal yang mustahil menganalogikan imamah dengan kenabian (nubuwwah). Alasannya adalah, karena kenabian memiliki berbagai argumentasi dan bukti yang menunjukkan kenabian mereka. Sikap syi’ah Zaidiyah terhadap polemik ini layak untuk diperhitungkan, karena syi’ah Zaidiyah menolak secara mentah-mentah pendapat yang mengatakan bahwa seseorang dapat mencapai derajat kenabian. Bahkan imam Ali ra yang juga disepakati oleh syi’ah Zaidiyah sebagai pemimpin yang paling layak dibandingkan khalifah lainnya, menurut pandangan mereka tidak sampai kepada tahap derajat kenabian[7].

Imam Asy’ari dari pihak sunnah menilai secara objektif pandangan tentang kelebihan antara nabi dan imam. Beliau berpendapat, bahwa sebenarnya syi’ah Imamiyah dalam masalah ini terbagi kepada tiga golongan:

1) Sebagian berpendapat bahwa nabi lebih mulia daripada imam, dan imam lebih mulia daripada malaikat.

2) Ada yang berpendapat bahwa imam lebih mulia dibandingkan nabi dan malaikat.

3) Sedangkan golongan yang ketiga ini menilai bahwa malaikat dan nabi lebih mulia daripada imam[8].

Sebenarnya, di samping ketiga pandangan di atas, terdapat lagi satu asumsi lain yang dicetuskan oleh syekh al-Mufid –seorang ulama syi’ah- bahwa imam lebih mulia dibanding dengan nabi, kecuali para nabi yang masuk dalam golongan “Ulul al-Azmi”[9].

Hari Kiamat

Kepercayaan kepada hari kiamat dan alam akhirat, yaitu menerima hakikat bahwa alam ini akan musnah suatu ketika nanti dengan sekelip mata. Dan pada masa itu, semua manusia yang telah mati akan dibangkitkan kembali untuk mempertanggungjawabkan semua amalan-amalan yang mereka lakukan tatkala hidup di alam dunia. Kemudian Allah swt akan membalas amal-amal tersebut balasan yang seadil adilnya. Oleh karena itu kiamat dalam agama Islam dinamakan dengan berbagai sinonim, seperti: hari kiamat, hari kebangkitan, hari pembalasan, hari pengadilan, dan hari penghitungan[10].

Perlu diperhatikan di sini, bahwa kepercayaan akan hari kiamat bukan saja ada dalam agama Islam, juga ada dalam agama lain, seperti: kristen dan yahudi, yang merupakan agama-agama langit “al-Adyan as-Samawiyah”[11]. Bahkan kepercayaan kepada kewujudan hari kiamat juga ditemukan dalam agama atau kepercayaan kuno seperti, Persia, Mesir kuno, Yunani, dan lain-lainnya yang mempercayai adanya hari kiamat. Perbedaan mereka terletak pada cara menilai kebangkitan manusia apakah dengan ruh dan jasad atau dengan ruhnya saja tanpa jasad. Jadi perkara hari kiamat ini merupakan kepercayaan umum yang diyakini oleh setiap manusia. Sehingga pada zaman modern ini para sutradara film berlomba-lomba membuat filem tentang hari kiamat, seperti filem End of Days, Stigmata, Knowing dan yang terbaru 2012. Kita menghargai nilai film-film ini mengenai kepercayaan mereka tentang akan terjadinya hari kiamat, adapun penentuan waktu dan kandungannya tentu tidak boleh kita yakini, sebab perkara ini adalah rahasia ilahi. Seperti dalam filem 2012, ramalan kiamat berlaku dibuat berdasarkan kalendar suku maya yang berdomisili di republik Guatemala (Amerika tengah).

Sunnah ataupun syi’ah sepakat tentang hari kiamat. Namun ada beberapa hal yang tidak dapat diterima oleh pihak Sunnah, seperti: perkara hisab (penghitungan dan pembalasan amalan). Syi’ah dengan ideologinya mengatakan bahwa yang akan menghisab amal seseorang di hari kiamat adalah para imam, merekalah yang akan bertugas dan mengatur segala-segala bentuk penghitungan. Seperti yang disebutkan di dalam kitab Ushul al-Kafi di bawah ini:

(الآخِرَةُ لِلإِمَامِ يَضَعُهَا حَيْثُ يَشَاءُ، وَيَدْفَعُهَا إِلَى مَنْ يَشَاءُ جَائِزٌ لَهُ ذَلِكَ مِنَ اللهِ)

“Perkara akhirat berada di tangan imam, ialah yang akan menguruskan segala-galanya di akhirat sesuai keinginannya, ia berbuat demikian atas lisensi Allah”[12].

Lebih unik lagi, dalam kitab-ktab syi’ah diceriterakan bahwa sekiranya bukan karena imam, maka tidak diciptakan surga dan neraka, dan Allah menciptakan surga dari cahaya Husain[13]. Dan soal pertama yang akan ditanyakan di hari kiamat adalah tentang kecintaan seseorang dan kesetiaannya terhadap Ahlu Bait[14]. Di samping itu, penduduk Qum tidak melalui proses hisab sebagaimana orang awam, seperti melewati titian (shirat) dan timbangan (mizan). Dan penduduk Qum akan dihisab dari dalam kubur masing-masing, setelah itu dibangkitkan dan langsung dibawa menuju Surga, dan di Surga disediakan pintu khusus bagi mereka[15].

Ini sebagian dari paparan dan rentetan ideologi-ideologi syi’ah tentang kejadian dan peristiwa yang akan berlaku di hari kiamat. Dan syi’ah meyakini bahwa urusan managemen surga dan neraka diserahkan sepenuhnya kepada para imam. Mulai dari kebangkitan dari kubur, melewati titian, menjalani proses timbangan, dan yang terakhir keputusan seseorang akan masuk surga atau neraka berada di tangan para imam. Namun dalam pandangan sunnah, perkara masuk surga dan neraka adalah berada di tangan Allah semata, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Ubadah bin Shamith, ia berkata, Rasululllah saw bersabda,

(مَنْ شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَأَنَّ عِيسَى عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ وَالْجَنَّةُ حَقٌّ وَالنَّارُ حَقٌّ أَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ عَلَى مَا كَانَ مِنْ الْعَمَلِ)

“Barangsiapa yang bersaksi bahwa tidak ada tuhan (yang hak disembah) selain Allah Yang tiada sekutu bagi-Nya, dan Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya; dan (bersyahadat) bahwa Isa adalah hamba Allah, Rasul-Nya, dan kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam serta ruh daripada-Nya; dan (bersaksi pula bahwa) surga adalah benar adanya dan nerakapun benar adanya; maka Allah pasti memasukkannya kedalam surga betapapun amal yang telah diperbuatnya”. (HR. Bukhari dan Muslim).

[1] Al-Majlisi, Biharul Anwar, 17/155, 54/237.

[2] Ibnu Babwaih, I’tiqaadaat, hal 106-107.

[3] Al-Majlisi, Bihar al-Anwar, 26/297.

[4] Husain bin Abdul Wahab, ‘Uyuun al-Mu’jizaat, hal, 17- 57.

[5] Hasyim al-Bahrani, Yanaabi’ al-Ma’aajiz, hal: 35-37. Madinah al-Ma’aajiz, hal 9-16.

[6] Lihat pada buku tersebut di atas hal: 58.

[7] Untuk penjelasan rinci tentang kritikan syi’ah Zaidiyah terhadap syi’ah Imamiyah dan syi’ah Isma’iliyah dalam masalah ini, dipersilahkan membaca buku penulis: Mauqif az-Zaidiyah wa Ahli Sunnah min al-Aqidah al-Isma’iliyah wa Falsafatuh, Darul Kutub al-Ilmiah, Beirut-Lebanon, 2009.

[8] Al-Asy’ari, Maqaalaat al-Islamiyyin, 1/120.

[9] Al-Mufid, Awaail al-Maqaalat, hal 42-43.

[10] DR. Kamaluddin Nurdin, “Syawarifiyyah”, Kamus sinonim Arab-Indonesia, hal: 622.

[11] Perlu disebutkan bahwa dalam kitab perjanjian lama hari kiamat dinafikan, sedangkan dalam perjanjian baru hari kiamat diakui. Lihat kajian: DR. Mohd Ali al-Khuli, al-Islam wa an-Nashraniyah, hal: 6, Darul Fala, Yoradania, 2000.

[12]Al-Kulayni, Ushul al-Kafi, 1/409.

[13] Lihat: Ibnu Bahwaih, al-I’tiqaad, hal: 106-107. As-Sayyid Hasyim al-Bahrani, Ma’alim az-Zulfa fi Ma’arif an-Nasy’at al-Ula, hal: 249.

[14] Al-Majlisi, Bihar al-Anwar, 27/79.

[15] Al-Majlisi, Bihar al-Anwar, 60/215-218.

Sumber: http://www.dakwatuna.com/ 2013/06/11/34822/bahaya-penyebaran-syiah-di-negara-negara-sunni- bagian-keempat-rukun-iman/ ‪#‎ixzz2ZqjTgLao‬
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook

No comments